Ketika baru menginjakkan kaki di Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB), bahkan saat baru berangkat dari rumah, saya sudah menetapkan tujuan saya, bahwa selama kuliah, saya akan melatih kemampuan bicara saya, sehingga yang saya sampaikan akan bernilai kebaikan, membawa kebaikan, dan dengan cara yang baik pula.
Suatu malam di asrama tiba-tiba suasana penuh kemeriahan, ajakan penuh semangat, dan nama beberapa mahasiswa diteriakkan berulang-ulang. Saya bingung, dalam hati saya bertanya-tanya apa yang sedang terjadi, mungkinkah ada yang saya lewatkan. Ternyata benar saja, gedung asrama kami sedang menyelenggarakan pemilihan Lurah. Lurah adalah pimpinan tertinggi di gedung asrama mahasiswa TPB IPB. Agar setiap gedung memiliki atmosfer yang nyaman dan penuh kekeluargaan diperlukan pengurus gedung yang mengelola gedung, mengatur kebijakan basis gedung, dan mengadakan kegiatan-kegiatan kebersamaan, lurah adalah pemimpin pengurus gedung tersebut. Di bawah lurah secara struktural ada yang namanya RT, RT adalah pemimpin lorong atau sejumlah kamar yang berderet dan berhadapan.
Sekitar dua minggu yang lalu telah diadakan pemilihan RT, saya pun ikut mencalonkan diri, namun tidak tepilih.
“Selalu ada takdir yang baik yang sedang Allah persiapkan untuk kita. Jika di pemilihan RT ini Ipin tidak terpilih, pasti ada takdir baik lain yang sedang menunggu, mungkin saja itu di terjawan di pemilihan lurah nanti.” Kata Kakak Asrama.
Kata-kata itu selalu saya ingat, dan sejak waktu itu sudah saya putuskan, “Saya akan menjadi lurah.”. Cita-cita ini pun saya putuskan karena rasanya dengan menjadi lurah tujuan hidup saya melatih kemampuan berbicara, akan lebih terbuka lebar dengan banyak kesempatan. Tapi rasanya impian itu pun harus diganti, karna proses seleksi lurah sudah dilaksanakan dan tersisa tiga calon. Malam ini mereka akan mempresentasikan visi, misi dan program kerjanya, kemudian dipilih salah satu untuk menjadi lurah. Saya tak bisa berbuat apa-apa, saya hanya bisa menerimanya dan karena penasaran saya mencoba kuat – karena rasanya menyakitkan – untuk datang dalam penyampaian visi, misi, dan program kerja para calon lurah itu.
Sesi penyampaian visi misi dimulai, saya mendengarkan baik-baik penyampaian mereka. Secara teliti saya perhatikan cara mereka berbicara, visi misi yang disampaikan, dan kondisi para warga gedung yang hadir. Menurut saya ada visi yang terlalu tinggi, terlalu idealis dan keluar dari tugas pengurus gedung, ada juga visi misi yang tidak jelas, umum, dan terdengar biasa saja, gaya bicara mereka pun rasanya terdengar sok hebat dan sudah merasa telah terpilih, tanpa peduli warga yang mulai ramai dan sibuk ngobrol sendiri-sendiri sedangkan para calon lurah itu masih saja tetap berorasi. Dalam hati akhirnya saya berkata, “Ya Allah, mohon maaf saya sudah melalaikan hal ini, andai saya terus mencari info pemilihan Lurah ini, saya pasti akan berusaha untuk lebih baik dari mereka. Semoga mereka menjalankan amanah dengan baik, dan saya bisa menemui takdirku.”
Hari pemilihan lurah pun berlalu, lurah sudah terpilih, dan saya kembali melaksanakan keseharianku, aktif dibeberapa organisasi di kampus dan asrama. Impian untuk menjadi lurah sudah saya ikhlaskan, sekarang saya hanya sibuk berusaha sebaik mungkin di organisasi lain yang saya ikuti, beberapa diantaranya walaupun berkaitan dengan gedung, saya sudah tak memikirkan tentang impian yang telah lewat itu, sekarang yang penting adalah berusaha yang terbaik di organisasi-organisasi yang sudah saya pilih.
Sekitar tiga bulan dari hari pemilihan lurah itu, di suatu pagi, Kakak Asrama datang ke kamar dan meminta membicarakan hal yang penting. Alangkah kagetnya, sungguh tak disangka, jalan dari Allah begitu tak terduga dari mana datangnya, pagi itu Dia Yang Maha Berkehendak menunjukkan keagungannya.
“Ada apa ya Kak, Kakak pagi-pagi ke kamar ini?Maaf Kak, biasanya kakak ke sini kalau malam, jadi saya merasa tidak biasa saja.” Ucapku membuka percakapan.
“Ah, ndak juga, kakak hanya sekedar ingin cerita kondisi gedung ke Ipin. Ipin sudah dengar kabar tentang gedung kita ini?” kata Kak Catur (nama Kakak Asramaku).
“Ehm… Tentang apa ya kak? Saya kawatir kalau menebak-nebak.” Jawabku.
“Owh, begini, lurah kita mengundurkan diri.” Sahutnya yang membuat aku kaget mendengarnya, dan yang lebih mengagetkan adalah ucapan Kak Catur selanjutnya.
“Semua Senior Resident (SR –Kakak Asrama) dan para RT sudah sepakat bahwa kami akan menunjuk lurah baru untuk menggantikan lurah lama, dan kami pun sudah sepakat kalau Ipin yang rasanya paling pas untuk menjadi lurah selanjutnya.” Lanjut Kak Catur.
Saya bingung mendengarnya, rasanya tidak mungkin impian itu masih bisa terkabul. Keinginan yang rasanya sudah lewat, bahkan sudah tiga bulan yang lalu diambil orang lain itu tiba-tiba muncul lagi, pintu untuk mewujudkannya, yang tiga bulan lalu telah tertutup bahkan kuncinya pun aku tak punya, tiba-tiba pintu itu sekarang terbuka lebar dan mempersilahkan aku untuk memasukinya.
—————————————-
Sungguh manis semua takdir yang Dia tentukan. Ketika ambisi meraih sesuatu itu tak tersampaikan, rasanya memang terasa sakit dan menyesakkan dada. Namun ketika usaha yang menjadi ukurannya, usaha untuk menjadi lebih baik di setiap detik, Dia akan memberikan manisnya takdir yang menenangkan dan membahagiakan sebagai gantinya.
Sungguh, bukanlah hasil akhir yang harus kita perjuangkan, karena itu bagian dari takdir dan takdir hanyalah Allah yang berkuasa atasnya. Dia tahu apa setiap yang kita tuju. Kita sebagai hamba hanya perlu berusaha, selalu berusaha, berusaha yang terbaik, karena pada saatnya Dia-lah yang akan menunjukkan keagungan dan kuasanya-Nya.